Jumat, 03 Februari 2017

Sejarah Wuku (Eps. Dewi Landep)

Episode Dewi Landep ini diwarnai dengan pernikahan-pernikahan Prabu Palindriya. Setelah menikah dengan Dewi Sinta, Prabu Palindriya menikah dengan adik kandung Dewi Sinta, yaitu Dewi Basuwati yang kemudian berganti nama menjadi Dewi Landep. Kemudian menikah lagi dengan beberapa selir kerajaannya.
Dari Dewi Sinta, lahir seorang anak bernama Raden Wudhug. Sedangkan dari Dewi Landep lahir dua orang anak kembar, yaitu Dewi Sriyuwati dan Raden Wukir. Adapun dari selir-selirnya lahir 26 orang anak, yaitu sebagai berikut.
1.       R. Kurantil
8.       R. Galungan 
15. R. Marakeh
22. R. Bala
2.       R. Tolu
9.       R. Kuningan
16. R. Tambir
23. R. Wugu
3.       R. Gumbreng
10.   R. Langkir
17. R Medhangkungan
24. R. Wayang
4.       R. Warigalit
11.   R. Mandhasiya
18. R. Maktal
25. Kulawu
5.       R. Warigagung
12.   R. Julungpujut
19. R. Wuye
26. R. Dhukut
6.       R. Julungwangi
13.   R. Pahang
20. R. Manail

7.       R. Sungsang
14.   R. Kuruwelut
21. R. Prangbakat


Merasa malu dimadu dengan adik kandungnya, Dewi Sinta kemudian pergi meninggalkan Medhangkamulan ke Dusun Cangkring dan berganti nama menjadi Dewi Basundari lagi. Suatu hari, Dewi Basundari emosi mendengar rengekan Raden Wudhug meminta nasi. Dewi Basundari kemudian memukul kepala Raden Wudhug dengan sendok nasi hingga berdarah. Raden Wudhug kemudian pergi dari rumah. Dewi Basundari mencari Raden Wudhug namun tidak ada hasilnya. Dewi Basundari meminta kepada Dewa agar mengubahnya menjadi laki-laki supaya pencarian terhadap Raden Wudhug lancar. Permintaan Dewi Basundari diterima, kemudian ia berganti nama menjadi Raden Sitawaka.
Pencarian Raden Wudhug hingga ke kerajaan Gili-ngaya. Raden Sitawaka kemudian mengabdi kepada Prabu Heryanarudra yang merajai Gili-ngaya. Raden Sitawaka kemudian meneruskan kepemimpinan Gili-ngaya berjuluk Prabu Sitawaka.
Secara ringkas, episode Dewi Landep adalah sebagai berikut.








Adapun tokoh yang terlibat dalam episode Dewi Landep adalah sebagai berikut.


Rabu, 01 Februari 2017

Sejarah Wuku (Eps. Dewi Sinta)


Dalam penanggalan Jawa, terdapat istilah wuku. Menurut Baoesastra Djawa karangan W. J. S. Poerwadarminta, wuku adalah satuan waktu yang memiliki rentang tujuh hari (dalam penanggalan Jawa terdapat 30 wuku). Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat Jawa, adanya wuku tersebut berhubungan dengan naiknya kerabat-kerabat Prabu Watugunung ke surga.

Cerita dimulai dari pertemuan Dewi Basundari, putri Hyang Anantaboga di Saptapratala, dengan Resi Wrahaspati di gunung Aswata (sekarang bernama Gunung Pandhan, Madiun). Dewi Basudari yang tidak senang atas lamaran Hyang Sindhula melarikan diri tanpa tujuan untuk menghindar dari kejaran Hyang Sindhula. Dari pertemuan itu, sang Resi tertarik terhadap kecantikan Dewi Basundari, akhirnya mereka pun menikah. Sinta kemudian dibawa ke pertapaan Resi Wrahaspati di puncak Gunung Aswata.

Sebenarnya, Resi Wrahaspati sudah memiliki seorang istri bernama Dewi Soma dan tiga orang anak bernama R. Anggara, R. Buddha, dan R. Sukra. Mereka ditinggal sang Resi di dusun Pantireja yang terletak di lereng Gunung Aswata. Suatu hari, kedua anak Resi datang ke pertapaan untuk menyampaikan rasa rindu ibunya, namun pada saat di pertapaan mereka kaget ayahnya bersanding dengan wanita muda.

Mendengar cerita kedua anaknya, Dewi Soma mendatangi pertapaan suaminya. Sesampainya di sana, Dewi Soma langsung menyeret Dewi Basundari. Melihat kejadian tersebut, sontak Dewi Soma disumpahi Resi agar mendapat malu di kemudian hari (weweleh kawirangan). Demikian juga sebaliknya, Dewi Soma menyumpahi Dewi Basundari dengan serapah sungsang buwana balik.

Setelah kejadian tersebut, Dewi Basundari mengajak Resi Wrahaspati ke Saptapratala. Dalam perjalanan, mereka melihat pertempuran antara Hyang Anantaboga dengan Hyang Sindhula. Hyang Sindhula kalah, kemudian Hyang Anantaboga diajak berkunjung ke pertapaan Resi Wrahaspati. Hyang Anantaboga memerintahkan Resi Wrahaspati untuk membuat permukiman di wilayah Medhang-gele. Di sana Resi Wrahaspati menjadi raja berjuluk Prabu Palindriya, sedangkan Basundari berganti nama menjadi Dewi Sinta. Adapun pemukiman tersebut kemudian berganti nama menjadi Medhangkamulan (sekarang bernama Baegelen)

Secara garis besar, episode Dewi Sinta dapat digambarkan sebagai berikut:










Adapun tokoh pada episode Dewi Sinta adalah sebagai berikut



















Sumber Acuan: Djanudji. 1999. Pawukon Djangkep. Semarang: Dahara Prize